(sumber: pixabay.com)
Menikah menjadi suatu fondasi yang kuat bagi kedua pasangan untuk ke jenjang yang lebih serius dimana membina rumah tangga secara bersama-sama dan punya anak. Bagaimana tidak impian terbesar dari seorang perempuan adalah mengenakan gaun pengantin putih serta duduk bersama di depan altar dan mengikat janji sehidup semati. Betapa bahagia begitu membias dimata kedua pasangan, sudah resmi menjadi pasangan yang diikat oleh janji suci dan buku nikah di depan khayalak.
Menikah, memang tuntutan bagi setiap pribadi seseorang dimana kita akan berhadapan dengan berbagai macam termasuk bagaimana sikap kita yang sebenarnya pada hubungan itu baik kelebihan dan kekurangan dari pasangannya. Membangun relasi dengan baik apalagi yang baru menikah dengan pasangannya yang disebut sah menjadi suami istri serta satu atap dengan mertua.
Awalnya memang menyenangkan layaknya pasangan baru pada umumnya, disanjung dan dikagum baik dari banyak sisi termasuk gesit bangun pagi pintar memasak dan bersih rumah.
Sebagai mertua yang mengerti dia tidak akan menuntut bahwa anak mantunya harus patuh terhadap aturan yang sudah dibuat, melempar senyuman dan melatih dia agar membiasakan diri untuk melakukan banyak hal. Membimbing dengan setulus hati sebagaimana dia melihat anaknya sendiri. Sungguh idaman dari setiap orang adalah mertua yang seperti itu.
Disisi lain, ada mertua yang sering mengejek-ejek tingkah dari mantunya sebaik apapun itu pasti dimatanya masih selalu ada yang kurang berkenan apalagi malas kerja aduh, siap-siap ajah kuping kanan dan kiri menerima cibiran lembut setiap hari ditambah dengan latar belakang yang tidak pernah kerja di dapur lebih parah. "Siapa suruh bersuami kalau tidak siap untuk bekerja di dapur" kata mertua
Menerima hal itu, agak sedikit tidak menyenangkan bagi siapa saja termasuk menantu baru tetapi alangkah baiknya supaya tidak mengambil hati dengan segala ucapan tetapi jadikan itu sebagai pembelajaran agar kita harus berubah sikap.
Terlepas dari hal itu, dua tipe untuk memberi masukan agar sikap dan tingkah harus berubah yaitu membicarakan hal itu berdua antara si menantu dan mertua dan menyebarluaskan tingkah dari mantunya dimata tetangga alias radio mulut. Bukan tidak mungkin kita tidak pernah luput dari itu semua.
Sebagai menantu yang pengertian, pasti dia tidak akan menanggapi banyak hal baik mencibir ataupun menjelek-jelekan namanya. Wajarlah manusia memang harus begitu, bila tak tahan dengan banyak hal silahkan tahan air mata.
Ibu rumah tangga memang tidak gampang dalam suatu keluarga,melakukan banyak hal atau yang disebut dengan multi fungsi. Rutinitas hanya menyibukan diri di rumah baik dari dalam maupun dari luar.
Mengurus anak dan suami belum bangun pagi harus menyiapkan sarapan dan lebih awal di dapur, apalagi baby yang baru lahir adalah suatu keharusan bagi seorang ibu rela tidak tidur semalaman karena si kecil rewel dan paginya harus bergegas seperti rutinitas awal. Sungguh mulianya seorang ibu.
Pengalaman menjadi seorang ibu rumah tangga (walau saya belum menikah) apalagi baru nikah kemungkinan ada yang menunda disebabkan oleh kesibukan pada karier masing-masing dan ada yang ingin cepat-cepat punya anak karena tak ingin rumah terlihat sepi.
Punya buah hati sangatlah istimewa karena selelah apapun kerjanya orang tua apalagi ibu kelelahannya akan hilang ketika melihat senyuman anaknya terpancar berbias diatas roda kursi yang hendak ditumpangi sang buah hati.
***
Berkeluarga, merupakan impian dari setiap orang termasuk mahkluk sosial seperti kita yang menginjak diatas bumi ini. Tetapi, memantapkan langkah demi kebaikan masa yang akan datang adalah suatu cara agar kelak dimasa berikutnya kita tidak cemas akan segala hal termasuk kebutuhan dalam berumah tangga. Mempersiapkan diri dengan matang, bathin serta jiwa raga.
Baiknya menjadi diri sendiri dengan tidak mengikuti lingkungan hanya karena mereka sudah mempunyai pasangan walau "belum menikah" karena pemicu besar bathin kita goyah dengan situasi lingkungan dan ikut-ikutan. Tanpa tau bagaimana langkah selanjutnya bila mengikut arus. Memang apalagi bagi seorang jomblo yang dilanda kegalauan begitu hebat ada yang santai menikmati masa kejombloannya dengan harapan akan indah pada waktunya dan ada yang risau takut akan umur termakan oleh waktu hingga tidak sadar sudah tua.
Kadang, yang risau selalu berpikir bahwa bagaimana nasib anaknya nanti apalagi umur yang menginjak masa tua. Anak-anak masih kecil sementara kita sudah seharusnya tidak bekerja lebih berat seperti pada umumnya tetapi karena ekonomi yang tidak mencukupi mengharuskan kita agar tetap bekerja membanting tulang demi menyuapi keluarga. Bukan tidak mungkin sebagai kepala rumah tangga seorang suami tidak baik bila bermalas-malasan apalagi banyak alasan hanya karena hobinya akan main judi sudah mendarah daging sejak masih muda.Jangan salahkan istrimu bila dia tidak memasak untukmu, sudahkah kau membeli beras untuk makan sehari hari?
Bertolak belakang dengan itu juga, kebanyakan ada yang menyesal sudah terlanjur berkeluarga karena semakin hari semakin merasa terbebani dengan berbagai hal seperti keperluan rumah tangga, uang ini uang itu dan sebagainya. Mengeluh dengan keadaan yang tak kunjung ada peningkatan lalu menyalahkan satu sama lain dan terjadilah percecokan yang hebat jangan sampai ya.
Dari sini sebenarnya dijadikan pelajaran bahwa dalam memecahkan masalah terkait rumah tangga diskusikan dengan baik jangan sampai main fisik segala ingat sekarang ada undang-undang.
Sayangi Pasanganmu, sebagaimana engkau menyanyangi dirimu sendiri.
Comments
Post a Comment