Menjadi anak yang berguna bagi orang tua/ keluarga(sukses) suatu hal yang patut dibanggakan oleh banyak orang termasuk contohnya di daerah perkampungan.
Bagaimana tidak selesai sekolah entah dari lulusan SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi serta Sekolah Tinggi ketika kita sudah punya pekerjaan mereka akan mengatakan bahwa masa depannya sudah terjamin, cerah dan bahagia jadi tidak perlu khawatir, tetapi yang menjadi masalahnya sekarang adalah setiap tahun peningkatan kelulusan(terutama yang lulus kuliah) semakin bertambah baik yang lulus dari dalam maupun dari luar. Lalu bagaimana langkah pemerintah dalam menangani hal ini agar mencegah pengangguran yang terus meningkat setiap tahunnya?
Tentunya, sebagai manusia yang berinisiatif dan punya potensi yang lebih kita harus berupaya menanamkan niat dan berusaha agar membuka usaha(bagi yang bermodal) atau kerja apa saja yang penting halal dan bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Maka dari itu, gensi harus disingkirkan dari mindset agar semuanya berjalan sesuai dengan harapan.
Mengapa dalam hal ini saya membahasnya karena di zaman sekarang terlalu banyak orang yang selalu menginginkan pekerjaan yang layak dan sesuai dengan basic-nya padahal ketersediaan lapangan kerja begitu minim.
Jangan terlalu berharap penuh agar kelak kita yang lulusan sarjana akan mendapatkan pekerjaan yang semestinya seperti pada umumnya di kantor, di sekolah dan lain-lain karena realita yang terjadi sekarang tidak seperti zaman bahula sebab kedekatan hubungan keluarga dan kepentingan kekuasaan semakin meregup dalam bidang apapun. Nasib, sudah tak menentu berharap penuh pada raja-raja istana percuma biar kau bertekuk lutut dihadapannya untuk meminta belas kasihan apalagi dari kalangan bawah(rakyat jelata) uhhh...... Kamu akan dipandang sebelah mata dan tidak akan dianggap, tetapi lain halnya mereka yang punya jabatan sama apalagi isi dompet menentukan masa depannya tanpa berbasa-basi ya kamu diterima.
Kan lucu, dimana keadilan yang katanya merata?
Tetapi kenyataannya, yang berduit lebih layak untuk duduk di kursi berkelas.
Bagi perantau yang sudah lulus dari sekolahnya ruang berpikirnya akan berjalan sesuai fase kehidupan dimana dia akan dilema dengan keadaan yang akan menentukan nasibnya sendiri yaitu pulang ke kampung dengan harapan akan ada lapangan kerja yang masih tersedia lumayan bisa mengurangi segala kebutuhan sehari-hari seperti tidak membeli lauk pauk dan tidak membayar kost kurang lebih seperti itu, atau tetap meneruskan nafkah di tanah orang dengan konsekuensi menjalani hidup serba bayar.
Well, sebagai manusia waras sebagian besar orang yang punya pola pikir sehat akan tetap tinggal dengan alasan percuma saja kita pulang dengan membawa ijazah lulus kuliah sebagai jaminan untuk melamar suatu pekerjaan karena ujung2nya kita juga menganggur serta merepotkan orang tua kan sayang, itu diperuntunkan untuk mereka yang tidak punya orang dalam atau yang biasa disebut dengan MAO.
Tetapi lain hal dengan mereka yang sudah mengukuhkan niat/target dengan latar belakang yang berkecukupan maka sogok dan saok adalah hal yang sering dilakukan agar terlaksananya suatu urusan maksud tertentu.
Oke, jika hal ini masih saja dijadikan sebagai patokan dalam segala urusan pekerjaan maka masa depan dari seseorang akan terlihat suram dengan ketidakpastian dari pihak yang berwenang.
Contohnya: di sebuah instansi (sekolah dasar) lowongan masih tersedia dan kebetulan tenaga pengajarnya kurang satu yaitu pendidikan agama maka mereka akan berdiskusi untuk mengatasi hal ini dengan memilih siapa diantara keluarga mereka yang masih menganggur entah itu dari jurusan apa atau potensi seperti apa, dan kebetulan yang menganggur ini lulusan dari salah Perguruan Tinggi yang dinilai tidak menjamin dan memenuhi standar untuk masuk dan jurusan yang digelutinya adalah perawat.
Ok lah, tanpa kompromi panjang lebar mereka yang berhak menyuarakan dalam hal tersebut akan diterima tanpa memenuhi standar yang tersedia. Lalu beberapa hari kemudian ia dipanggil oleh pihak sekolah untuk mengajar dengan senang hati dia akan menerima hal itu. Sampai di lapangan apa yang akan terjadi urusannya kacau karena sesungguhnya ia bingung jurusan dan pekerjaannya sangat tidak efektif, maka disini akan muncul berbagai pertikaian dan komentar dari berbagai pihak terutama orang kampung kenapa dia harus diterima sementara jurusannya dan profesinya bukan dalam bidang itu lalu bagaimana dengan nasib anak kita yang kebetulan jurusannya sama tetapi mereka tidak diterima?
Budaya (MAO) masih dibudidayakan akan jadi apa negeri ini?
Potensi yang kita milki akan dikemanakan?
Bukankah kita sama2 memiliki nasib yang sama tetapi karena tidak ada hubungan dekat maka kita dilencengkan?
SDM yang harus di rubah dengan tuntas dengan tujuan mengadili suatu sistem demi tercapainya kesejahtraan bersama di mata masyarakat, tetapi kalau sebaliknya tidak diterapkan maka sebagian orang akan beransumsi dan berkuasa akan semakin berkuasa.
Kita berhak menyuarakan wewenang ini kepada yang berwajib, maka dari itu kerja sama dan kekompakan harus di satukan agar semuanya adil, tetapi sebaliknya bila kita terlalu lengah dalam hal ini derajat dan martabat akan semakin di rendahkan.
Ket:
MAO: manga ata one (ada orang dalam)
Saok:bisik
Ulasan yang menarik. MAO. Ya begitulah, politik kekeluargaan dan relasi kuasa ada dalam sektor apa saja. Kebobrokan negara tercermin dalam tindakan orang dalam yang memanfaatkan kekuaaaanya untuk kepentingan kerabat atau keluarganya sendiri. Dari fenomena itu tdk ada kata lain selain LAWAN!
ReplyDelete