Skip to main content

Prinsip MAO masih dibudidayakan, apa yang akan terjadi?


Menjadi anak yang berguna bagi orang tua/ keluarga(sukses) suatu hal yang patut dibanggakan oleh banyak orang termasuk  contohnya di daerah perkampungan.

Bagaimana tidak selesai sekolah entah dari lulusan SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi serta Sekolah Tinggi ketika kita sudah punya pekerjaan mereka akan mengatakan bahwa masa depannya sudah terjamin, cerah dan bahagia jadi tidak perlu khawatir, tetapi yang menjadi masalahnya sekarang adalah setiap tahun peningkatan kelulusan(terutama yang lulus kuliah) semakin bertambah baik yang lulus dari dalam maupun dari luar. Lalu bagaimana langkah pemerintah dalam menangani hal ini agar mencegah pengangguran yang terus meningkat setiap tahunnya?

Tentunya, sebagai manusia  yang berinisiatif dan punya potensi yang lebih kita harus berupaya menanamkan niat dan berusaha agar membuka usaha(bagi yang bermodal) atau kerja apa saja yang penting halal dan bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Maka dari itu, gensi harus disingkirkan dari mindset agar semuanya berjalan sesuai dengan harapan.
Mengapa dalam hal ini saya membahasnya karena di zaman sekarang terlalu banyak orang yang selalu menginginkan pekerjaan yang layak dan sesuai dengan basic-nya padahal ketersediaan lapangan kerja begitu minim.

Jangan terlalu berharap penuh agar kelak kita yang lulusan sarjana akan mendapatkan pekerjaan yang semestinya seperti pada umumnya di kantor, di sekolah dan lain-lain  karena realita yang terjadi sekarang tidak seperti zaman bahula sebab kedekatan hubungan keluarga dan kepentingan kekuasaan semakin meregup dalam bidang apapun. Nasib, sudah tak menentu berharap penuh pada raja-raja istana percuma biar kau bertekuk lutut dihadapannya untuk meminta belas kasihan apalagi dari kalangan bawah(rakyat jelata) uhhh...... Kamu akan  dipandang sebelah mata dan tidak akan dianggap, tetapi lain halnya mereka yang punya jabatan sama apalagi isi dompet menentukan masa depannya  tanpa berbasa-basi ya kamu diterima.
Kan lucu, dimana keadilan yang katanya merata?
Tetapi kenyataannya, yang berduit lebih layak untuk duduk di kursi berkelas.


Bagi perantau yang sudah lulus dari sekolahnya ruang berpikirnya akan berjalan sesuai fase kehidupan dimana dia akan dilema dengan keadaan yang akan menentukan nasibnya sendiri yaitu pulang ke kampung dengan harapan akan ada lapangan kerja yang masih tersedia lumayan bisa mengurangi segala kebutuhan sehari-hari seperti tidak membeli lauk pauk dan tidak membayar kost kurang lebih seperti itu, atau tetap meneruskan nafkah di tanah orang dengan konsekuensi menjalani hidup serba bayar.

Well, sebagai manusia waras sebagian besar orang yang punya pola pikir sehat akan tetap tinggal dengan alasan percuma saja kita pulang dengan membawa ijazah lulus kuliah sebagai jaminan untuk melamar suatu pekerjaan karena ujung2nya kita juga menganggur serta merepotkan orang tua kan sayang, itu diperuntunkan untuk mereka yang tidak punya orang dalam atau yang biasa disebut dengan MAO. 

Tetapi lain hal dengan mereka yang sudah mengukuhkan niat/target dengan latar belakang yang berkecukupan maka sogok dan saok adalah hal yang sering dilakukan agar terlaksananya suatu urusan maksud tertentu.

Oke, jika hal ini masih saja dijadikan sebagai patokan dalam segala urusan pekerjaan maka masa depan dari seseorang akan terlihat suram dengan ketidakpastian dari pihak yang berwenang.

Contohnya: di sebuah instansi (sekolah dasar) lowongan masih tersedia dan kebetulan tenaga pengajarnya kurang satu yaitu pendidikan agama maka mereka akan berdiskusi untuk mengatasi hal ini dengan memilih siapa diantara keluarga mereka yang masih menganggur entah itu dari jurusan apa atau potensi seperti apa, dan kebetulan yang menganggur ini lulusan dari salah Perguruan Tinggi yang dinilai tidak menjamin dan memenuhi standar untuk masuk dan jurusan yang digelutinya adalah perawat.

Ok lah, tanpa kompromi panjang lebar mereka yang berhak menyuarakan dalam hal tersebut akan diterima tanpa memenuhi standar yang tersedia. Lalu beberapa hari kemudian ia dipanggil oleh pihak sekolah untuk mengajar dengan senang hati dia akan menerima hal itu. Sampai di lapangan apa yang akan terjadi urusannya kacau karena sesungguhnya ia bingung jurusan dan pekerjaannya sangat tidak efektif, maka disini akan muncul berbagai pertikaian dan komentar dari berbagai pihak terutama orang kampung kenapa dia harus diterima sementara jurusannya dan profesinya bukan dalam bidang itu lalu bagaimana dengan nasib anak kita yang kebetulan jurusannya sama tetapi mereka tidak diterima?

Budaya (MAO) masih dibudidayakan akan jadi apa negeri ini?
Potensi yang kita milki akan dikemanakan?
Bukankah kita sama2 memiliki nasib yang sama tetapi karena tidak ada hubungan dekat maka kita dilencengkan?

SDM yang harus di rubah dengan tuntas dengan tujuan mengadili suatu sistem demi tercapainya kesejahtraan bersama di mata masyarakat, tetapi kalau sebaliknya tidak diterapkan maka sebagian orang akan beransumsi dan berkuasa akan semakin berkuasa.

Kita berhak menyuarakan wewenang ini kepada yang berwajib, maka dari itu kerja sama dan kekompakan harus di satukan agar semuanya adil, tetapi sebaliknya bila kita terlalu lengah dalam hal ini derajat dan martabat akan semakin di rendahkan.

Ket:

MAO: manga ata one (ada orang dalam) 
Saok:bisik



Comments

  1. Ulasan yang menarik. MAO. Ya begitulah, politik kekeluargaan dan relasi kuasa ada dalam sektor apa saja. Kebobrokan negara tercermin dalam tindakan orang dalam yang memanfaatkan kekuaaaanya untuk kepentingan kerabat atau keluarganya sendiri. Dari fenomena itu tdk ada kata lain selain LAWAN!

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Apakah saya bahagia?

             ( sumber gambar: hipwee.com) Di zaman sekarang kita meremehkan hidup sebagai sesuatu yang santai. Menghabiskan dengan bersuka ria, bersenang-senang sesuka hati sampai lupa akan tujuan dan konsekuensi dari awal apa yang harus diperbuat demi menuai hasil atau masa depan yang lebih baik. Kegiatan yang dilakukan hanya sebagai sesuatu yang cuma-cuma seperti, menarik ulur beranda setiap hari tanpa ada tujuan, buang-buang waktu mengurus perasaan yang tau-taunya tidak jelas mau kemana arahnya, menguras energi dengan memikirkan yang kenyataannya tidak sama dengan realita menguras bathin (menangis karena putus cinta, merasa masa depan sudah suram) menguras pikiran dan membuat hidup itu tidak ada arti seolah hidup itu seperti mati. Apakah dengan terus melakukan hal seperti itu adalah tanda dari suatu kebahagiaan atau kehidupan? Setiap orang punya penilaian masing-masing, kita tidak berhak bahwa pandangan mereka salah dan kita benar. Jawaban yang sesungguhnya adalah, baga

Antara Hujan dan Rindu

 Soreku begitu hangat ditemani dengan secangkir kopi pahit diatas meja yang biasa kutumpangi. Desiran hujan yang berguyur seluruh kota tak asing lagi terdengar. Beberapa kendaraan hendak lewat dijalanan dan sebagian dari mereka mengenakan jas hujan(mantel).Aku duduk ditepi kaca yang transparan sambil melihat beberapa kendaraan yang hendak lewat. Seandainya saja aku tak beranjak dewasa betapa indahnya masa-masa yang telah aku lewatkan tersirat sejuta kenangan dimana saat sepulang sekolah pada waktu SD kujadikan daun pisang sebagai payung teduhku sambil bercerita dengan teman sebaya.Yang lainnya pada sibuk main kejar-kejaran dan yang lain lagi ingin basah kuyup sembari menikmati hujan. Sambil bercakap-cakap satu diantara kami begitu senang dan tak ingin hujannya berhenti. Ditengah perjalan terlihat tanaman disekitar begitu indah ditambah desiran angin yang begitu kencang kamipun bersorak-sorai dan bernyanyi seakan dunia itu milik kami. Lumpur dan juga air keruh kini tak asing la

Perihal berpena

Menjelma bagai dewa Terselubung lewat sinar Sulit untuk aku genggam Perlahan dia menghilang arah Di atas surat itu sudah kutuliskan Kenangan indah bersama dikala dulu Tentang cinta dan kasih sayang Kini sirna dimakan serangga dan lalat Aku terkapar lagi pada barisan depan Sejenak nafasku terengah dan mengangah Sekitar melihat dengan mata tajam Kubalas dengan senyuman membinar Letihku tak terbayar pada aksara Aku berkarya bukan semata ingin terkenal Tetapi jiwaku berkata baiknya kamu berpena Dengan itu kamu akan mengerti apa arti dari peribahasa Setiap kata kuperlihatkan dengan seksama Agar aku mengerti apa yang sedang aku jabarkan Tetapi ilusi kian mulai berhenti pada saat aku memaksa untung mencerna Hingga mataku lelap memikirkan perihal Kubuka perhelai setiap ciutanku diatas buku Sejenak aku diam lalu melotot pada kata itu Mencari hingga beberapa sumber untuk menemu Alangkah baiknya tak jelas dan lebih baik bisu Ragaku sudah tak ingin untuk mencari la